Sinergi pendidikan anti korupsi
menjadi tema pada Mading tiga dimensi yang diusung dalam rangka GSF tahun 2019.
Pada Mading tiga dimensi menyampaikan pesan yang berkaitan dengan berbagai
tindakan korupsi yang marak terjadi di Indonesia, bahkan sejak awal jaman
kemerdekaannya. Dalam hal ini, kata sinergi ditekankan karena pemberantasan
korupsi tidak dapat dilakukan oleh salah satu pihak saja, melainkan harus ada
komponen yang saling membantu untuk mewujudkannya. Sinergi yang bermuara pada
pendidikan anti korupsi menitik beratkan peranan sekolah sebagai lembaga
pendidikan yang terkait. Keberadaan sekolah yang merupakan titik awal
pendidikan bagi generasi penerus bangsa, peranannya sangat vital baik pada
hasil pendidikan berupa ilmu pengetahuan maupun pendidikan karakternya.
Sekolah sebagai salah satu elemen
pendidikan anti korupsi merupakan pondasi awal dalam usaha mewujudkannya.
Disamping peranan lembaga lain, sekolah memegang peranan lebih banyak karena
hampir sepertiga kehidupan peserta didik dihabiskan di lingkungan sekolah.
Namun, hal ini tidak serta merta melimpahkan tanggung jawab, khususnya
pendidikan karakter anti korupsi kepada pihak sekolah. Hal ini karena berbagai
elemen yang terkait juga harus terlibat
dalam rangka mewujudkan pendidikan anti korupsi ini. Elemen yang terkait
meliputi bidang agama, budaya, pemerintahan, hingga sosial masyarakat. Sinergi
antar komponen harus diberdayakan semaksimal mungkin dengan tujuan untuk saling
mendukung guna mencapai keterwujudannya.
Sinergi pendidikan anti korupsi
dalam hal ini diwujudkan pada Mading tiga dimensi. Mading ini membentuk pada
sebuah miniatur yang terdiri atas beberapa komponen dalam bentuk bangunan. Pada
susunan komponen terdapat empat sudut yang membujur sesuai arah yang terdiri
atas miniatur sekolah yang merupakan lambang dunia pendidikan, setelah itu masjid
selaku perwakilan umat beragama, gedung DPR Senayan sebagai simbol
pemerintahan, dan rumah adat perwakilan dari sisi keluhuran nilai adat yang
beragam di Indonesia.
Pada bahasan mengenai mading 3D, diciptakan
ilustrasi berupa akar yang menjalar dari segala penjuru yang tujuan akhirnya
adalah melilit gedung KPK. Lilitan terhadap gedung KPK memiliki filosofi bahwa
keempat komponen utama, yaitu yang dilambangkan oleh sekolah, masjid, rumah
adat, dan gedung DPR dapat berfungsi untuk menguatkan KPK sebagai lembaga anti
korupsi. Penguatan internal pada masing-masing sektor akan berdampak pada optimalnya
penerapan terhadap bentuk karakter anti korupsi.
Komponen pertama adalah komponen
utama berupa miniatur sekolah. Miniatur sekolah dilambangkan sebagai wujud dari
hasil berperilaku generasi yang berkuasa saat ini. Faktor utama yang membentuk
karakter suatu penduduk bangsa adalah segi pendidikannya. Pada miniatur sekolah,
diwujudkan dalam filosofi bahwa sekolah adalah pusat pendidikan. Sekolah yang digagas
sesuai dengan semboyan SMP Negeri 14 Malang, yaitu Sekolah Berbinar. Dalam hal ini, Berbinar adalah singkatan dari
Bersih, Berbudaya, Inovatif, Asri, dan Rapi.
Unsur sekolah Berbinar yang pertama
yaitu bersih, hal ini selain difilosofikan bersih lingkungan, juga bersih dalam
artian terbebas terhadap unsur korupsi, baik korupsi berupa materi maupun
berupa waktu. Dalam lingkup sekolah, bentuk korupsi yang dapat dengan mudah
untuk kami cermati yaitu korupsi waktu, karena bentuknya yang dapat dirasakan,
seperti datang terlambat, kabur saat jam sekolah, hingga dari pihak guru yang
tidak datang tepat waktu saat mengajar. Melalui semboyan Sekolah Berbinar,
diharapkan sekolah kami tercinta ini dapat lebih optimal untuk menerapkan
tujuan mulianya.
Unsur yang kedua yaitu berbudaya, dalam
hal ini merujuk pada nilai karakter yang diajarkan sehingga dapat dibudayakan
dalam kehidupan di sekolah. Upaya yang ditonjolkan dalam unsur ini antara lain,
budaya jujur, amanah, disiplin, tepat waktu, sopan, ikhlas, penuh daya juang,
cinta lingkungan, dan lainnya.
Unsur selanjutnya yaitu Inovatif,
Asri, dan rapi yang dalam penerapanya harus diimplementasikan dalam bentuk
kerja nyata. Keindahan, keasrian, dan kerapian adalah cermin lingkungan sehat
dan nyaman yang harus dipenuhi karena merupakan hak bagi semua warga sekolah
untuk dapat menikmatinya. Agar kita dapat memperoleh hak yang sedemikian, maka
kita dituntut dalam kewajiban untuk selalu peduli terhadap lingkungan.
Komponen selanjutnya adalah simbol
keagamaan yang diwakilkan pada bangunan masjid. Pada simbol ini sudah jelas
kiranya apabila seluruh ajaran agama di seluruh muka bumi pasti mengajarkan
nilai kebaikan. Pada segi keagamaan inilah yang merupakan pondasi awal bagi
kehidupan bernegara, terlebih pada karakter individunya. Penguatan pada agama
adalah jalan masuk yang potensial. Hal ini karena pada dasarnya, agama
mengajarkan nilai kebaikan sehingga penguatan internal dalam segi ini perlu
ditekankan. Penguatan dalam bidang keagamaan harus lebih dioptimalkan karena
rusaknya generasi suatu bangsa, salah satunya berawal dari rusaknya kehidupan
beragamanya.
Komponen adat merupakan komponen
yang saat ini keberadaannya sudah kembali dimunculkan dalam dunia pendidikan
sekolah. Adanya nilai Mulok (Muatan lokal) juga menjadi nilai tambah bagi
keberlanjutan nilai-nilai adat yang dianut. Pada dasarnya, nilai yang
terkandung dalam adat-istiadat juga memiliki persamaan dengan nilai luhur
keagamaan karena ajarannya yang berlandas pada “Bagaimana caranya seorang individu untuk berperilaku baik dan memiliki
karakter terpuji”. Penguatan nilai adat juga ikut bertanggung jawab
terhadap upaya untuk membentuk generasi terpuji, salah satunya yaitu
mengamalkan nilai anti korupsi.
Komponen yang selanjutnya adalah
simbol pemerintahan yang dalam hal ini diwakili miniatur Gedung DPR Senayan.
Simbol pemerintahan yang berlambang gedung DPR adalah lembaga yang mulia karena
keberadaannya merupakan wadah yang menampung aspirasi rakyat dari Sabang sampai
Merauke. Perwakilan rakyat seluruh Indonesia setiap waktu berjuang di tempat
ini untuk menyampaikan aspirasi rakyat, kepentingan rakyat, dan segala sesuatu
tentang rakyat. Betapa pentingnya lembaga aspirasi rakyat ini, maka banyak
sekali diminati oleh putra-putri terbaik bangsa untuk berebut mengabdikan diri
sebagai wakil rakyat. Keberadaan generasi yang menduduki lembaga pemerintahan
ini adalah hasil dari upaya pembentukan karakter yang dilakukan pada ketiga
komponen sebelumnya, yaitu bidang pendidikan, bidang keagamaan, dan keluhuran
nilai adat yang dianut. Semakin kuat penanaman karakter mulia yang dilakukan,
maka akan menghasilkan out-put yang
berkualitas juga, tidak hanya maju dalam bidang akademis, namun juga luhur
dalam perilaku.
Keempat komponen yang berkait erat
ini, diharapkan dapat mencetak, menguatkan, dan menerapkan nilai karakter
terpuji, salah satunya yaitu nilai karakter anti korupsi. Simbol lembaga anti
korupsi yang diwujudkan pada gedung yang menjulang tinggi, setinggi seluruh
harapan rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke agar Indonesia terbebas
dari korupsi. KPK sebagai lembaga anti korupsi tidak dapat berdiri sendiri,
dalam artian tidak dapat bertindak sendiri tanpa sinergi dari komponen lain.
Maka, untuk lebih mempermudah kerja dari KPK harus ada sinergi dari keempat komponen lain yang telah
disebutkan sebelumnya. Dengan
adanya Sinergi yang solid dan berkesinambungan maka akan terwujudlah cita-cita
bangsa seperti yang diharapkan oleh seluruh rakyat Indonesia, baik tua maupun
muda, baik Islam, Kristen, Budha, Hindu, Katholik, maupun Kong-Hucu, baik Jawa,
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Hingga Jayapura, baik penggemar horor,
romantis, action, maupun hanya
Thrailler, baik Arema, Persebaya, Persija, Semen Padang, Persipura, Mitra
Kukar, Bali United, maupun seluruh sepak bola tarkam, baik Direktur, Manajer,
Karyawan, Office Boy, Arsitek, Guru,
Siswa, maupun profesi lain. Semua mengharapkan Indonesia Maju dan berjaya, maka
kita harus mengawalinya dengan sebuah tindakan untuk menolak KORUPSI. Wujudkanlah generasi anti korupsi!
Oleh:
Angga Prasetyo, S.Pd